Puluhan Pedagang menghadiri klarifikasi BPKAD di GOR Binjai terkait tagihan pajak yang diberikan. |
BINJAI-BERITAGAMBAR :
Sejak Senin 23 Agustus lalu, Pemerintah Kota (Pemko) Binjai gencar melakukan pungutan pajak restoran, rumah makan, dan warung.
Pungutan pajak tersebut dilakukan dengan melayangkan surat tagihan kepada masing-masing pengusaha restoran, baik kecil, sedang, maupun besar.
Tagihan ini pun menuai protes dari kalangan pengusaha, terlebih lagi para pedagang kaki lima. Bahkan, sikap protes itu dituangkan hingga media sosial. Berbagai tanggapan pro dan kontra pun terjadi di kalangan masyarakat.
Menanggapi hal itu, Kepala BPKAD Kota Binjai Affan Siregar didampingi Kabid Pendapatan Asli Daerah, Fitra, Rabu (25/8) menerangkan, bahwa surat tagihan itu resmi dari Pemko Binjai untuk menjaring pajak restoran.
Dijelaskan Affan, tagihan pajak ini sesuai dengan UU 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Restoran dan Perda Nomor 3 Tahun 2011. "Dalam UU itu sudah jelas, yang disebutkan restoran terdiri dari warung, rumah makan, dan usaha makanan yang menyediakan tempat, makanan, dan minuman," kata Affan.
Sesuai UU dan Perda Kota Binjai, sebut Affan, jumlah pajak yang dikenakan sebesar 10 persen. "Perlu saya tegaskan, pajak 10 persen tidak dibebankan kepada pedagang, tetapi kepada setiap konsumen. Pedagang atau pengusaha hanya diminta memungut pajak dan menyetorkan ke pemerintah," terangnya.
Terkait tagihan pajak yang sudah dilayangkan, menurut Affan bukan nilai mati yang harus dibayar. "Makanya kami sarankan agar pedagang datang ke GOR Binjai untuk diskusi dan mendapatkan sosialiasi. Jika nominal tagihan dirasa tidak sesuai, maka akan kami kasi formulir untuk mengisi berapa sebenarnya pendapatan harian dari masing-masing pengusaha. Selanjutnya baru dihitung pajaknya untuk disetorkan," urainya.
"Tagihan itu sesuai surve kasar kami. Jika keberatan silahkan datang, kalau tidak datang kami anggap setuju. Jika tetap tidak datang akan kami kasi teguran satu dan dua. Setelah teguran tidak datang juga, persoalan ini tentunya ditindak lanjuti oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai," tambah Affan.
Mengingat pedagang kecil masih melakukan penghitungan secara manual dan sulit memungut pajak, Affan mengakui sudah menyiapkan karcis atau bon yang akan diberikan kepada masing-masing pedagang.
"Bon itu ada tiga warna, putih, merah, dan kuning. Pada bon itu pedagang diminta menulis jumlah belanja dan pajak 10 persen," paparnya.
Affan menegaskan, tagihan pajak ini untuk mendata seluruh pengusaha restoran secara merata. "Kita tidak mau lagi ada bahasa tebang pilih. Makanya kita mulai rapikan pajak restoran ini. Tujuannya untuk meningkatkan PAD Kota Binjai," tegasnya.
Affan juga membeberkan, saat ini BPKAD menarget Rp10 miliar dari sektor pajak restoran. "Target ini kita naikkan dari sebelumnya Rp7 miliar," ungkapnya.
Disoal pedagang kaki lima merupakan pedagang liar dan tak patut dipungut biaya, Affan menepis hal tersebut. "Pajak tidak melihat izin usaha. Di dalam UU 28 Tahun 2009, pajak bisa dikutip dilihat dari objektivitas dan subjektivitas. Objektivitas itu adanya pelayanan, makanan dan minuman. Subjektivitas adanya pembeli atau transaksi pembayaran," paparnya.
Karena itu Affan berharap, agar pengusaha tetap mematuhi UU dan Perda tentang pajak restoran. "Uang ini bukan untuk saya. Tapi uang ini untuk meningkatkan pendapatan Kota Binjai yang saat ini masih berstatus kota kecil. Jika pendapatan meningkatkan, diharapkan dapat meningkatkan status Kota Binjai menjadi kota sedang," imbuhnya. (BG/HUT)