![]() |
Pakar Hukum yang juga berprofesi sebagai Pengacara, Rakerhut Situmorang. |
MEDAN-BERITAGAMBAR :
Seorang pakar Hukum yang juga Pengacara di Kota Medan, Rakerhut Situmorang SH.MH, menilai Vonis 1 Tahun Penjara Mantan Sekda Samosir Jabiat Sagala dinilai melanggar UU Tipikor pasal 3.
Ada Lima poin penting yang disampaikan Rakerhut Situmorang, Senin (22/8) atas Vonis Hakim PN Medan terhadap Mantan Sekda Samosir JS.
1. Tuntutan JPU terhadap terdakwa JS selama 7 tahun, denda Rp 250 juta dan subsider 6 bulan kurungan terbukti melanggar Pasal 2 UU Tipikor, kemudian oleh Majelis Hakim PN Medan menjatuhkan Putusan terhadap Terdakwa selama 1 (satu) tahun tanpa dibebankan membayar uang pengganti padahal faktanya telah terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor.
2. Bahwa Putusan tersebut jelas-jelas menciderai rasa keadilan masyarakat dan menjadi preseden buruk bagi Lembaga Peradilan, oleh karena program pemerintah dlm menegakkan hukum untuk memberantas gurita Korupsi yang sudah sejak lama dicanangkan, akan tetapi dalam prakteknya menimbulkan keragu-raguan bagi masyarakat ;
3. Bahwa Perkara Korupsi tsb timbul dalam kegiatan yang merupakan program Pemerintah Samosir sebagai upaya Percepatan Penanggulangan Covit - 19, oleh karena pada saat itu Sekda Samosir Sdr. JS yang diangkat menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penanggulangan Covit menyalahgunakan kewenangannya dalam Kapasitas sebagai Ketua Pelaksana sehingga menimbulkan kerugian bagi negara sekitar Rp. 944.050.768,- ;
4. Bahwa sejatinya Majelis Hakim PN Medan melihat secara cermat peruntukkan anggaran tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, ditengah mewabahnya Covid-19, sehingga hukuman yang sangat rendah dan sangat jauh berbeda dari tuntutan JPU yang telah berupaya mengungkap kasus tersebut, tentunya menimbulkan polemik ditengah-tengah masyarakat oleh karena diketahui bersama bahwa sebelum kasus ini disidangkan di PN Medan, Terdakwa memajukan upaya Praperadilan di PN Negeri Balige menyangkut Penetapan Status Tersangka, yang diduga sebagai menghalangi - halangi Tersangka / Terdakwa ataupun Saksi (Vide Pasal 21 UU Tipikor), padahal berdasarkan ketentuan Pasal 77 KUHAP, menurut pendapat Ahli Prof. Bernard Arih Sidarta mengatakan bahwa Penetapan Tersangka bukan merupakan Obyek Praperadilan meskipun Penetapan Tersangka adalah bagian dari Penyidikan dan memiliki Konswekuensi hukum ;
5. Bahwa oleh karena itu, dalam kasus tersebut disarankan JPU untuk menggunakan kewenangannya menyatakan Banding sebagaimana dimaksud Pasal 67 KUHAP, agar Pengadilan Tinggi Medan memeriksa kembali perkara Banding tersebut sesuai Pasal 233 KUHAP (Meskipun Terdakwa terlebih dahulu menyatakan Banding), dengan alasan oleh karena Hakim didalam pertimbangan hukumnya tersebut sudah sependapat dengan Tuntutan JPU yang menyatakan telah terbukti Para Terdakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi, akan tetapi sangat jauh berbeda didalam Amar Putusan menyangkut hukuman hanya 1 (satu) tahun dan tidak Terdakwa tidak dibebankan membayar uang Pengganti (Vide Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor).
Padahal dalam kasus tsb. telah memenuhi unsur sifat melawan hukum dan lagi pula tidak ada alasan Pembenar atau Pemaaf bagi Para Terdakwa oleh karena perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu (Covid-19), sehingga putusannya yang sangat ringan dan tanpa uang pengganti tersebut menimbulkan polemik dan mencederai Hukum itu sendiri serta ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga Peradilan, padahal hukum kita telah sempurna, akan tetapi moral dari aparat penegak hukum itu sendiri yang mencoreng lembaga peradilan. (BG/RELEASE)