DAERAHNEWSSUMUT

Tolak Izin Lingkungan Tambang PT DPM, Warga Dairi Unjuk Rasa di PTUN Jakarta

Jumat, 23 Juni 2023, 05:40 WIB
Last Updated 2023-06-22T22:40:53Z
 Warga Dairi aksi “mangandung” (meratap/mengangis) di PTUN Jakarta.



DAIRI-BERITAGAMBAR :

Puluhan warga Dairi, Sumatera Utara, Rabu, 21 Juni 2023 Kemarin aksi mangandung (meratap/menangis), yang merupakan tradisi masyarakat Batak Toba yang biasa digelar dalam upacara perkabungan atau duka.



Aksi yang dilakukan di depan gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta tersebut untuk mendesak PTUN Jakarta mencabut persetujuan lingkungan untuk aktivitas tambang seng dan timah hitam milik PT(Dairi Prima Mineral (DPM) yang saat ini menjadi objek sengketa gugatan warga Dairi dengan tergugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).


Melalui aksi mangandung itu, warga ingin menyampaikan bahwa pertanian yang subur di Dairi adalah berkah dari Pencipta, yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hingga pemenuhan pendidikan keluarga.



“Tapi saat ini semua itu terancam karena kehadiran PT DPM yang difasilitasi oleh pemerintah,” kata Dormaida Sihotang, salah seorang warga Dairi yang melakukan aksi mangandung kepada media.


Dijelaskannya, sebelumnya 11 orang warga Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi, menggugat Kepmen LHK No. SK: 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Persetujuan Lingkungan untuk Aktivitas Tambang PT DPM.


Gugatan itu didaftarkan ke PTUN Jakarta, pada 14 Februari 2023 dan teregister dengan nomor perkara 59/G/LH/2023/PTUN.JKT.



“Jadi aksi yang kami lakukan kemarin bertepatan dengan agenda sidang pembuktian ahli dari penggugat (warga Dairi) dan saksi dari tergugat (KLHK),” sebut Dormaida.


Menurutnya, gugatan warga terhadap Menteri KLHK, Siti Nurbaya ini bukan tanpa sebab. Sejak awal PT DPM melakukan sosialisasi dan eksplorasi pada 2008 warga menolak keras kehadiran tambang, karena dikhawatiran akan terjadinya bencana jika perusahaan tersebut beroperasi.


Pasalnya, Dairi berada di zona merah yang berstatus “Rawan Bencana”. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Dairi juga pernah menyatakan kalau Dairi telah berstatus “Swalayan Bencana”.


“Sebab segala jenis bencana sudah pernah terjadi dan mempunyai ancaman yang nyata,” ujar Dormaida.



Hingga akhirnya pada 11 Agustus 2022, KLHK menerbitkan persetujuan lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM.



Padahal dalam audiensi yang dilakukan warga Dairi di KLHK pada 24 Agustus 2022, yakni 13 hari setelah SK Persetujuan Lingkungan tersebut diterbitkan, pihak KLHK mengatakan bahwa mereka masih belum memberikan persetujuan lingkungan untuk PT DPM.


“Nah, yang paling fatal di 24 Agustus 2022 warga ke KLHK dan disambut oleh humas dari KLHK, beserta Dirjen Gakkum dan Dirjen PDLUK. Di situ kami merasa ditipu,” ungkap Dormaida.


Menurutnya, sebelumnya warga sudah berungkali menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan KLHK untuk tidak mengizinkan tambang beroperasi di kampung mereka.



“Bahkan kami juga berulang kali ke Jakarta untuk melakukan audiensi. Karena pertanian yang sudah kami kerjakan selama turun temurun telah cukup menghidupi dan menyejahterakan kami. Dan akan terus kami wariskan dari generasi ke generasi itu,” ujarnya.


Lebih lanjut disampaikannya, pada 9 Juni 2023, koalisi masyarakat sipil yang bersolidaritas pada perjuangan warga Dairi ini mengirimkan surat desakan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memantau proses persidangan yang sedang berjalan ini.


Mengingat yang sedang digugat oleh warga Dairi adalah lembaga negara dan korporasi besar, sehingga harus dipastikan independensi majelis hakim agar tidak diintervensi oleh KLHK dan PT DPM.


“Ketidakterbukaan KLHK yang manipulatif dalam penerbitan persetujuan lingkungan hidup kepada PT DPM itu menunjukkan adanya pelanggaran substansi dan prosedural yang dilakukan oleh pemerintah,” ungkapnya.


Saat ini, pemerintah sedang berjudi atas keselamatan warga dan lingkungan yang menjadi taruhannya. Tindakan pemerintah yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan petani dan warga Dairi merupakan kejahatan negara yang harus ditolak.


“Harusnya negara lebih bertanggung jawab dan lebih mendukung kehidupan masyarakat Dairi dengan mengembangkan pertaniannya dan melindungi hak-hak masyarakat sebagai petani yang menjadi penopang ketersediaan pangan, bukan dengan industri tambang,” pungkasnya.


Sementara itu Muh Jamil, salah satu kuasa hukum warga dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengungkapkan, bahwa persetujuan lingkungan PT DPM yang diterbitkan oleh Menteri LHK wajib dibatalkan.


“Sebab, tambang bawah tanah seluas 24.000 hektar serta bendungan limbah raksasanya adalah upaya sistematis mengundang bencana industri untuk membumi hanguskan orang Dairi-Aceh Singkil serta seluruh kehidupan pada wilayah tersebut,” terangnya.(BG/REL)

TRENDINGMore