HUKUMNEWSSUMUT

Kejatisu Kembali Hentikan Penuntutan 4 Perkara Lewat RJ

Rabu, 06 September 2023, 10:09 WIB
Last Updated 2023-09-06T03:09:05Z


Prosesi penghentian penuntutan 4 perkara oleh Kejatisu.


MEDAN-BERITAGAMBAR :

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) kembali menghentikan penuntutan perkara melalui restorative justice (RJ) atau pendekatan keadilan restoratif. Kali ini ada 4 perkara yang dihentikan penuntutannya oleh Kejatisu pada Senin (4/9).


Di antara keempat perkara tersebut ialah berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Balai dengan tersangka atas nama Halim Perdana Atmaja alias Halim melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang (UU) RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Lingkup Rumah Tangga.


Kedua, perkara dari Cabang Kejari (Cabjari) Tapanuli Utara di Siborongborong dengan nama tersangka Ronny Hutasoit melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP. Ketiga, tersangka atas nama Ariel Putra Simamora dari Kejari Labuhanbatu dengan perkara melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHP.


Keempat, perkara dari Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli dengan atas nama tersangka Masri Hamdani alias Bondan melanggar Pasal 111 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan subsider Pasal 107 huruf d UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.


Keempat perkara tersebut resmi dihentikan penuntutannya setelah dilakukan ekspose (penyingkapan gelar perkara). Oleh Kepala Kejatisu (Kajatisu) ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum).


Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu, Yos A. Tarigan, Rabu (6/9) mengatakan keempat perkara tersebut dihentikan pada Senin (4/9).


“Dari Januari hingga September 2023, Kejatisu telah menghentikan penuntutan 92 perkara lewat RJ sudah termasuk 4 perkara yang baru dihentikan penuntutannya,” ujarnya.


Penghentian penuntutan 4 perkara tersebut, kata Yos, berdasarkan Peraturan Jaksa (Perja) No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.


“Artinya di antara tersangka dan korban tak ada lagi dendam dan sudah membuka ruang yang sah menurut hukum. Bagi para pelaku dan korban secara bersama-sama merumuskan penyelesaian masalah guna dilakukannya pemulihan ke keadaan semula,” katanya.


Penghentian penuntutan lewat RJ, imbuh Yos, lebih kepada esensinya. Lebih mengedepankan perlakuan yang humanis terkait mengapa seseorang itu melakukan tindak pidana dan pelaku menyesali perbuatannya.


“Serta, menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” tutupnya.(BG/MED)

TRENDINGMore