Warga nyaris bentrok gegara pengelolaan hutan wisata di kawasan hutan lindung di Desa Parbuluan I, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi. |
DAIRI-BERITAGAMBAR :
Guna menghindari bentrokan fisik dan semakin meluas, sejumlah pihak meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) agar segera mencabut izin wisata hutan seluas 443 hektar di kawasan hutan lindung Desa Parbuluan I, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi yang diduga pemicu bentrokan, pada Kamis (5/9/2024).
Permintaan itu disampaikan sejumlah pihak, termasuk Kepala Desa (Kades) Parbuluan I, Parihotan Sinaga dengan alasan izin tersebut berdampak keresahan, dan berpotensi menyebabkan terjadinya bentrok sesama warganya.
Selain bentrokan, Parihotan membenarkan di dalam areal izin terjadi perambahan dan penebangan serta pengolahan kayu. Sementara sesuai izin areal tidak boleh dirambah atau dijadikan lahan pertanian. Areal hanya boleh dikelola menjadi hutan wisata dan menanam tanaman produktif, seperti durian, petai, dan tanaman produktif lainnya.
“Harapan saya Kementerian LHK segera meninjau lokasi dan mencabut izin dimaksud,” kata Parihotan.
Hari ini Kamis (5/9/24) di Aula Camat Parbuluan dilakukan rapat dalam rangka penyelesaian permasalahan pengelolaan kawasan hutan tersebut. Ini melibatkan 2 kelompok tani (poktan), Polri, TNI, Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Dairi, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 15 Kabanjahe, KPH 13 Dolok Sanggul, dan Tokoh Masyarakat.
Sebelumnya diberitakan mistar.id, warga nyaris bentrok di kawasan hutan lindung Desa Parbuluan I, pada Sabtu (31/8/24). Diduga pemicunya gegara rebutan pengelolaan hutan kemasyarakatan seluas 443 hektar.
Pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pun diminta segera bertindak tegas untuk menghindari terjadinya perang antar warga satu desa.
Fredi Hotsan Sihombing, warga setempat mengatakan, kali ini nyaris terjadi bentrok antara masyarakat. Namun diprediksi kejadian serupa dapat kembali terjadi, dan berpotensi menimbulkan masalah besar di tengah masyarakat Desa Parbuluan I.
“Dampak kejadian itu, ke depan akan terjadi kembali hal yang tidak diinginkan di antara sesama warga yang bertentangan dengan hukum. Keributan akan berlanjut, karena situasi dan kondisi kerusakan dalam kawasan hutan sangat memprihatinkan yang diduga dilakukan manusia di luar pemegang izin persetujuan pengelolaan. Maka dengan tegas kita minta KLHK agar segera bertindak tegas,” ujar Fredi.
Sebab, Kementerian LHK yang memberikan persetujuan pengelolaan hutan kemasyarakatan pada kawasan hutan kepada Kelompok Tani Hutan Wisata (KTHW) Desa Parbuluan I seluas 443 hektar untuk dikelola hutan wisata.
Menurut Fredi, permintaan itu disampaikan khawatir terjadi bentrokan antar warga hingga mengancam keselamatan, karena berawal potensi terjadinya bentrok pada Sabtu (31/8/24).
Di mana 72 orang anggota KTHW sedang melakukan gotong royong di lokasi izin persetujuan dalam kawasan hutan lindung untuk pengelolaan hutan wisata.
Sebagaimana bunyi poin 10 dan 11 pada izin persetujuan Kementerian LHK, pengelolaan hutan kemasyarakatan diberikan untuk jangka waktu 35 tahun, dan dilakukan pengendalian dalam bentuk evaluasi paling sedikit 1 kali dalam 5 tahun kepada KTHW.
Apabila pemegang persetujuan tidak melaksanakan akan dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku.
“Maka saat bekerja di lokasi, tiba-tiba puluhan warga datang melarang kami dan mengklaim lokasi itu areal mereka hingga nyaris terjadi bentrok,” kata Fredi.
Dia juga menyebut, saat pekerjaan di dalam kawasan hutan lindung areal persetujuan Kementerian LHK dilakukan KTHW, banyak ditemukan kayu hutan tumbang dan ditebang, serta diolah kayu jadi yang diduga dilakukan warga di luar kelompok.
“Padahal aktivitas penebangan kayu untuk diolah tidak dibenarkan dalam izin persetujuan pengelolaan hutan wisata. Karena itu, kita meminta pemerintah, Kementerian LHK, KPH, dan aparat penegak hukum agar melakukan tindakan hukum secara tegas,” pinta Fredi. (BG/DA)